Login With Facebook

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Lowongan Pekerjaan "up2u"

oleh Pengurus Pusat Hikmatul Iman pada 10 Juni 2010 jam 13:57

CV.Himatul Iman, Divisi "Up2U" (program kecantikan dan kesehatan). Yang sedang merencanakan pengembangan usahanya di JAKARTA,BOGOR,BEKASI,CILEGON,CIREBON,LAMPUNG,SURABAYA,MALANG,MEDAN dan PEKANBARU MEMBUTUHKAN : therapis (penotok) Pria dan Wanita.
Persyaratan:
(1) Diprioritaskan utk Usia 20 s.d. 25th.
(2) Minimal dasar... 4 (Aspel). LSBD HI
(3) bersedia ditempatkan dimana saja.
(4) berpenampilan Menarik.
(5) dapat berkomunikasi dengan baik.
(6) dapat bekerjasama dalam. mengembangkan usaha. LAMARAN (cv+foto ukuran 4R) di tujukan ke alamat:
Central Management Up2U.
Up. EKA YULIASTUTI
Jl. Rajamantri I No.3 Buahbatu Bandung

Takwa perspektif Haris Nurmansyah, S.Sos.I

Bismillah.....
Dalam keseharian obrolan Orang Tua, Masyarakat, Mahasiswa maupun Pelajar SMU atau SMP. Sering mendengar kata Taqwa, namun banyak hal yeng perlu dijelaskan dengan mudah arti taqwa tersebut. kutipan dari ceramah pada waktu saya diundang reuni keluarga Besar Almarhum Raden Haji Rais Halim 2009, smoga bermanfaat dan dapat di pahami dengan mudah. sbb:




Bapa/Ibu, sering mendengar kata Taqwa dalam pengajian, dalam obrolan,apalagi para remaja SMP atau SMA yang ikut organisasi ROIS atau PRAMUKA terlebih lagi dalam DASA DARMA PRAMUKA butir pertama, tapi apakah kita memahami lebih dalam lagi makna dari taqwa tersebut? 




Dalam kitab Nashaihul Ibad, menerangkan bahwa taqwa adalah Hubbul qolil (cinta Kepada ALLAH SWT), lebih jelasnya mencintai Allah melebihi cinta kepada Rasul dan yang lainnya.
Taqwa terbagi dalam beberapa huruf yaitu Ta, Qof, Wau, dan Ya.
Arti kata:
Ta : Tawadha'u yaitu rendah hati, dalam arti tidak sombong, ujub dan takabur.
Qof : Qona'ah yaitu menerima apa adanya, dalam arti menerima rizki seadanya dan tidak bersifat melebih-lebihkan.
Wau : Wara' yaitu menjaga diri kita dari sesuatu yang haram.
Ya : Yakin yaitu yakin bahwa apa yang kita lakukan itu selalu diawasi oleh Allah. 


Dari kelima huruf itu terlihat jelas bahwa ciri orang yang Taqwa yaitu Tawadha'u, Qona'ah, Wara'i, dan Yakin. baru lah terbentuk Taqwa.


Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 1 s/d 5 telah jelas menerangkan sifat orang yang bertaqwa.
Allah berfirman:



Alif laam miin.10 (1)
 Kitab11 (Al Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,12 (2)
(yaitu) mereka yang beriman13 kepada yang ghaib,14 yang mendirikan shalat,15 dan menafkahkan sebahagian rezki16 yang Kami anugerahkan kepada mereka. (3)
 dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,17 serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.18 (4)
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.19
Shadaqallahul'azdhim.

Dalam Surat ini Allah Berfirman " Kitab11 (Al Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,12 (2) Terbaca oleh kita pada ayat ke 2 ini kata "Hudan" yaitu Petunjuk dalam kata ini terdapat 2 makna 
1. Ma'rifat.
2. Istiqomah.

1. Ma'rifat Menurut bahasa, kata ma'rifat berarti mengetahui atau mengenal. Pengertian tersebut bisa diperluas lagi menjadi: cara mengetahui atau mengenal Allah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya yang berupa mahluq-mahluq ciptaan-Nya. Sebab dengan hanya memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya kita bisa mengetahui akan keberadaan dan kebesaran Alloh SWT. Kita tentu yakin dan faham betul, bahwa tidak ada satu mahluq pun walau sekecil atau sebesar apapun, yang ada dengan sendirinya. Semuanya itu pasti ada yang menciptakan. Dan siapa lagi yang menciptakan segala mahluq tersebut kalau bukan Allah? 

Tanda-tanda tentang adanya Allah sudah jelas terlihat di sekeliling kita. Setiap hari bisa melihat terbitnya matahari dari ufuk timur dan kemudian tenggelam di ufuk barat. Satu sekalipun tidak pernah terbalik. Kita juga bisa melihat betapa indahnya bulan dan begitu gemerlapnya bintang-bintang yang bertaburan di malam hari. Semua itu yang menciptakan dan mengatur peredarannya adalah Allah. Siapa yang tak mengenal Allah lewat tanda-tanda kekuasaan-Nya, ia adalah sebuta-butanya manusia. Bukan buta matanya, akan tetapi buta hatinya.
Adapun cara memperhatikan tanda-tanda kekuasa Alloh yang berupa makhluq-makhluqNya tersebut bukan sekedar dengan mengunakan penglihatan lahir saja. Tetapi harus pula ditunjang dengan penglihatan mata batin(hati) yang jernih dari berbagai macam dosa.
Perhatikan sabda Rosululloh SAW kepada sahabat Abu Dzar:
"Wahai Abu Dzar sembahlah Alloh seakan-akan kamu melihatNya.
Bila kamu tidak melihat Alloh, maka yakinkan (dalam hatimu) bahwa Alloh melihat kamu".

Salah satu tanda bagi orang yang berma'rifat kepada Alloh adalah ia senantiasa bersandar dan berserah diri kepada Alloh semata. Apapun yang telah dan akan terjadi pada dirinya, selalu diterima dengan baik. Apabila ia mendapatkan kenikmatan,ia bersyukur sedang apabila mendapatkan musibah, ia terima cobaan itu dengan sabar.Orang yang demikian ini percaya, bahwa semua itu datangnya dari Alloh untuk kebaikan dirinya.

Menurut Imam Al-Ghozali sebagaimana yang ditulis dalam kitab Ihya 'Ulumudin, disitu disebutkan bahwa ada empat hal yang harus dikenal dan dipelajari oleh seseorang yang berma'rifat kepada Allah. Keempat hal tersebut adalah:
1. Mengenal siapa dirinya.
2. Mengenal siapa 
Tuhannya.
3. Mengenal Dunianya.
4. Mengenal Akheratnya.

sedangkan
2. Istiqomah Pengertian istiqomah adalah berpendirian teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling.


Istiqomah dalam berdoa berarti hal yang dilakukan terus menerus dengan penuh ikhlas, penuh pengharapan dan keyakinan akan permohonan yang dipanjatkan kepada Allah, tidak pernah kecewa meskipun doanya belum dikabulkan. Istiqomah diibaratkan mengasah pisau yang sudah berkarat dan pada satu titik pisau itu akan menjadi putih dan tajam. Contoh lain dari istiqomah adalah tetesan air yang menetes terus menerus sampai bisa menembus batu hitam. Amatilah alam, air mengalir, angin berhembus, matahari terbit dari sebelah timur dan tenggelam di ufuk barat dan besuk pagi kembali terbit. Doa yang dilantunkan dengan istiqomah inilah yang bisa menggetarkan arasy dan akhirnya Allah mengabulkan permohonan hamba-Nya itu.
Nah setelah kita tau ma'rifat maka otomatis kita akan ber-isqomah maka itu adalah LILMUTTAQIN (orang yang bertaqwa).
Mungkin dari saya sekian bila ada kekurangan mohon di maafkan. 
Antanan daun antanan,
Antanan daunna bunder,
lakonan geura lakonan,
kalakuan anu bener.
Wassalam.... 
Haris Nurmansyah, S.Sos.I

PETUNJUK MANUSIA

Petunjuk Allah swt untuk ummat manusia telah datang lima belas abad yang lalu. Diterima dari Allah swt dan disebarkan kepada ummat manusia oleh Nabi dan RasulNya yang terakhir. Tidak bakal ada lagi Nabi maupun Rasul yang Allah bakal utus ke muka bumi ini membawa ajaran baru sesudah diwahyukanNya Al-Qur’anul Karim. Itulah sebabnya Allah swt dengan terang dan jelas berfirman bahwa petunjukNya ini bukan hanya ekslusif bagi manusia yang mengaku dirinya muslim, atau kaum yang mengaku dirinya ummat Islam. Tidak..! Samasekali tidak..!!

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia.” (QS Al-Baqarah 185)

Inilah ayat yang selalu terdengar oleh kaum muslimin, khususnya di bulan Ramadhan. Jelas dan terang Allah swt menyatakan bahwa Kitabullah Al-Quranul Karim merupakanhudal lin-naas (petunjuk bagi manusia). Allah swt tidak menyatakan bahwa petunjuk tersebut merupakan petunjuk bagi kalangan manusia tertentu, misalnya hanya bagi orang beriman atau ummat Islam atau kaum muttaqin semata. Tidak..! Allah swt berfirman bahwa Kitab Al-Qur’an adalah petunjuk bagi segenap ummat manusia.

Memang, ada ayat yang mengkhususkan hubungan Al-Qur’an dengan kalangan manusia tertentu, yaitu sebagai berikut:

ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”(QS Al-Baqarah 2)

Ayat ini tidak menafikan ayat sebelumnya. Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia siapapun dan bagaimanapun keadaan manusia itu. Adapun bagi kaum muttaqin alias mereka yang bertakwa maka Al-Qur’an diperlakukan oleh mereka bukan saja sebagai petunjuk Ilahi, melainkan diikuti tanpa keraguansedikitpun..! Terserah, bila manusia lain menafikan, menolak atau mengingkari Al-Qur’an, namun faktanya ia tetap merupakan petunjuk dari Allah swt bagi segenap manusia yang akan menghilangkan kekhawatiran dan kesedihan hati manusia bila mereka mau mengikuti dan menjadikannya sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya.
Demikian pula sebaliknya, Allah swt mengancam siapa saja yang menolak petunjukNya.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 39)

Menolak petunjuk Allah swt bisa berupa pengingkaran untuk mengakui bahwa Kitabullah Al-Qur’an merupakan petunjuk otentik dari Allah swt. Orang-orang seperti ini jelas-jelas merupakan kaum yang mendapat label orang-orang yang kafir. Mereka adalah manusia yang setelah diutusnya Nabi Akhir Zaman tidak mau mengimaninya sebagai Nabiyullah, tidak mau mengakui bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk dan Kitabullah terakhir dan tidak bersedia menerima Islam sebagai agama atau dien atau jalan hidup yang benar.

Selain itu, menolak petunjuk Allah swt juga bisa berarti mendustakannya.Tidak mau mengikutinya padahal mengakuinya sebagai petunjuk dan Kitabullah. Mereka bisa jadi dari kalangan di luar Islam tetapi mungkin juga termasuk orang-orang yang mengaku dirinya termasuk kaum muslimin. Bagi mereka yang bukan muslim kita dapat memaklumi kenapa mereka mendustakan petunjuk dan Kitabullah ini. Maklumlah, mereka memang bukan termasuk orang beriman. Inilah orang-orang non-mulsim dari kalangan manusia modern yang berfaham pluralisme. Mereka memandang semua kitab suci agama manapun merupakan kitab suci yang patut dihormati dan diakui sebagai petunjuk dari tuhan. Tetapi jelas mereka tidak bakal bersedia mengikutinya sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya.

Tetapi yang sangat sulit difahami dan banyak menimbulkan masalah ialah mereka yang di satu sisi mengaku muslim namun di sisi lain tidak menjadikan Kitabullah sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya. Mereka mengaku beriman kepada Al-Qur’an sebagai petunjuk dan Kitabullah terakhir. Tetapi mereka tidak kunjung menjadikannya petunjuk jalan bagi segenap urusan kehidupannya di dunia. Mereka cenderung memperlakukannya laksana menu makanan sebuah restoran. Mana yang mereka sukai mereka ambil dan mana yang mereka tidak berselera kepadanya, mereka tinggalkan. Padahal Allah swt di dalam petunjukNya berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah 208)

Di dalam ayat di atas Allah swt hanya memberikan dua pilihan. Masuk ke dalam agama Allah secara totalitas, atau hiduplah menuruti langkah-langkah syetan...!! Allah swt menyuruh manusia untuk mengikuti segenap petunjukNya, tanpa pilah-pilih atau -jika tidak- berarti mengikuti musuh Allah swt, yakni syetan..!!

Pengertian mengikuti segenap petunjuk Allah ialah mengelola keseluruhan urusan hidup ini semata-mata berdasarkan bimbingan wahyu. Apapun lini kehidupan yang sedang digeluti, maka jalankanlah sesuai prosedur petunjuk Allah swt. Baik dalam urusanaqidah (keyakinan), syariah (jalan hidup) maupun ibadah (tata-cara penghambaan diri kepada Allah swt).

Di zaman penuh fitnah dewasa ini banyak kaum muslimin yang memandang urusan mengikuti petunjuk Allah swt hanyalah sebatas urusan ibadah semata. Mereka sangat sibuk mempelajari ajaran Islam untuk mengamalkan tata-cara sholatshaum, bayarzakat, pergi haji dan umroh. Untuk berbagai urusan ini mereka sangat serius berusaha mengikuti petunjuk Allah swt. Namun seringkali mereka mengabaikan urusan aqidah. Mereka tidak bersungguh-sungguh mempelajari dan mengamalkan kalimat Tauhid. Bahkan masih banyak kaum muslimin yang tidak sadar bahwa jernih-tidaknya tauhid seseorang berpengaruh kepada diterima-tidaknya berbagai amal-ibadahnya. Padahal di dalam Kitabullah Al-Qur’an sering sekali kita jumpai betapa tidak terpisahkannya urusan amal-sholeh seseorang dengan urusan iman.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl 97)

Artinya, amal seseorang hanya diperhitungkan Allah swt bila dilandasi iman atau aqidah yang benar. Bila tidak, maka amalnya menjadi sia-sia belaka..!

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا

Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.(QS Al-Kahfi 103-105)

Betapa masih banyaknya manusia yang mengaku muslim namun tidak peduli dengan urusan aqidah. Mereka kemudian terjatuh ke dalam lembah kemusyrikan, takhayul,khurafatbid’ah dan aneka bentuk ketergantungan kepada selain Allah swt. Mereka sibuk melakukan berbagai bentuk ibadah, namun tidak pernah merenungi apakah imannya telah benar, kokoh dan murni. Mereka sibuk membenahi diri menjadi orang berakhlak mulia, bermoral dan santun, tetapi mereka tidak sadar bahwa cacatnya pemahaman Tauhid menyebabkan tidak bernilainya di mata Allah swt segenap kebaikan dan kesantunannya tersebut.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.” (QS An-Nur 39)

Di zaman penuh fitnah dewasa ini banyak kaum muslimin yang memandang urusan mengikuti petunjuk Allah swt hanyalah sebatas urusan ibadah semata. Mereka tidak menjadikan urusan syariah sebagai perhatian dalam hidupnya. Padahal urusan ini menyangkut mayoritas waktu dalam kehidupannya. Sebab urusan syariah atau jalan hidup meliputi begitu banyak dimensi kehidupan. Dan petunjuk Allah swt mencakup bagaimana sepatutnya manusia mengelola berbagai urusan kehidupannya. Apakah itu menyangkut urusan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara bahkan penataan urusan pada skala global-dunia. Banyak muslim modern menyangka bahwa karena dewasa ini yang disebut sebagai masyarakat dan negara maju adalah barat, maka mereka mengelola berbagai urusan ini dengan cara mengekor kepada mereka. Akhirnya muncullah berbagai bentuk penataan kehidupan, baik dalam sekali pribadi, keluarga maupun masyarakat dan negara yang mengikuti petunjuk barat bukan petunjuk Allah swt.


Akhirnya kita menyaksikan bagaimana tata kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum, olahraga, kesenian, teknologi dan sains, militer dan pertahanan keamanan dikelola mengekor dan copy-paste sepenuhnya kepada perdaban dunia barat. Yang mana inti dari peradaban barat ialah mendustakan ayat-ayat Allah dan merasa sombong dan bangga diri akan kehebatan manusia yang tidak perlu bergantung kepada Allah swt dan petunjukNya. Inilah peradaban dunia yang tidak mengikuti petunjuk Allah swt..! Padahal masyarakat barat merupakan masyarakat kaum Yahudi dan Nasrani yang mana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah peringatkan kita agar jangan mengekor kepada mereka...!

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka."(MUSLIM - 4822)

Bukan rahasia lagi bahwa masyarakat barat merupakan kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka mewujudkan sebuah Judeo-Christian Civilization (peradaban Yahudi-Nasrani).Sungguh ironis menyaksikan bagaimana satu setengah miliar lebih kaum muslimin sedunia bisa menjadi korban sebuah peradaban yang terputus dari petunjuk Allah. Bagaimana mungkin suatu ummat yang memiliki Kitabullah Al-Qur’an yang Allah jamin kebenaran dan keasliannya dapat diarahkan oleh ummat-ummat yang Kitab Sucinya –yakni Taurat dan Injil- telah mengalami kontaminasi dan manipulasi di sana-sini? Bagaimana mungkin suatu ummat yang Allah telah peringatkan akan bahaya kebanyakan kaum Yahudi dan Nasrani, namun masih saja bersangka-baik kepada mereka? Menjadikan mereka sebagai konsultan dan tempat bertanya dalam berbagai perkara kehidupan?

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS Al-Baqarah 120)

Sungguh, kondisi dunia dewasa ini sedang diselimuti badai fitnah, sehingga kita menyaksikan begitu banyaknya kaum muslimin yang tidak bersikap kritis terhadap realitas dunia yang berjalan di luar koridor petunjuk Allah swt. Padahal hakikat berada di atas shirathal mustaqiim (jalan yang lurus) ialah tatkala segenap urusan dalam hidup berjalan mengikuti petunjuk Allah swt, baik dalam perkaraaqidahsyariah maupun ibadah. Inilah maksud ungkapan Allah swt di bawah ini:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama muslim (menyerahkan diri kepada Allah)". (QS Al-An’aam 162)

Petunjuk Allah swt yang terakhir bagi ummat manusia telah datang sejak lima belas abad yang lalu. Tidakkah sepantasnya kita yang mengaku kaum muslimin, mukminin dan muttaqiin berdiri di barisan terdepan membimbing segenap manusia lainnya untuk turut hidup bersama di bawah naungan petunjuk Allah swt tersebut? Meninggalkan peradaban palsu (baca: peradaban kafir) dunia modern ini untuk menggantikannya dengan peradaban mengikuti Petunjuk Allah swt?

Bagaimana hal itu akan terjadi, bila kita begitu mudah terprovokasi dan menjadi marah menyaksikan kaum kafir barat membakar fisik Kitabullah Al-Qur’an sedangkan kita tidak sedikitpun merasa terganggu padahal sudah hampir seabad ummat Islam di berbagai negeri muslim mengelola kehidupannya mengikuti petunjuk kaum kafir barat tersebut dan mengabaikan bahkan mendustakan Petunjuk Allah swt..?! Masihkah kita harus heran dan tercengang serta bertanya mengapa kekhawatiran dan kesedihan hati masih saja mewarnai kehidupan banyak manusia modern dewasa ini, bukan saja mereka yang jelas-jelas kafir, tetapi banyak di antaranya adalah saudara-saudara kita kaum muslimin..?? Laa haula wa laa quwwata illa billah..


SEDEKAH SEBELUM DIKUBUR

“Seseorang bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhol?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)
Coba lihat betapa detilnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan ciri orang yang paling afdhol dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria: (1) Dalam keadaan sehat lagi loba alias berambisi mengejar keuntungan duniawi; (2) dalam keadaan sangat ingin menjadi kaya; (3) dalam keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan (4) tidak dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.

Pertama, orang yang paling afdhol dalam bersedekah ialah orang yang dalam keadaan sehat lagi loba alias tamak alias berambisi sangat mengejar keuntungan duniawi.
Artinya, ia masih muda lagi masa depan hidupnya masih dihiasi aneka ambisi dan perencanaan untuk menjadi seorang yang sukses, mungkin dalam karirnya atau bisinisnya.
Dalam keadaan seperti ini biasanya seseorang akan merasakan kesulitan dan keengganan bersedekah karena segenap potensi harta yang ia miliki pastinya ingin ia pusatkan dan curahkan untuk modal menyukseskan berbagai perencanaan dan proyeknya.
Dengan dalih masih dalam tahap investasi, maka ia akan selalu menunda dan menunda niat bersedekahnya dari sebagian harta yang ia miliki. Karena setiap ia memiliki kelebihan harta sedikit saja, ia akan segera menyalurkannya ke pos investasinya.
Setiap uang yang ia miliki segera ia tanam ke dalam bisnisnya dan ia katakan ke dalam dirinya bahwa jika ia bersedekah dalam tahap tersebut maka sedekahnya akan terlalu sedikit, lebih baik ditunda bersedekah ketika nanti sudah sukses sehingga bisa bersedekah dalam jumlah ”signifikan” alias berjumlah banyak. Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan sedekah selama masih dalam masa investasi tersebut.

Kedua, bersedekah ketika dalam keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya. Nabishollallahu ’alaih wa sallam seolah ingin menggambarkan bahwa orang yang dalam keadaan tidak ingin menjadi kaya berarti bersedekahnya kurang bernilai dibandingkan orang yang dalam keadaan berambisi menjadi kaya. Sebab bila seorang yang sedang berambisi menjadi kaya bersedekah berarti ia bukanlah tipe orang yang hanya ingin menikmati kekayaan untuk dirinya sendiri.
Ia sejak masih bercita-cita menjadi kaya sudah mengembangkan sifat dan karakter dermawan. Hal ini menunjukkan bahwa jika Allah izinkan dirinya benar-benar menjadi orang kaya, maka dalam kekayaan itu dia bakal selalu sadar ada hak kaum yang kurang bernasib baik yang perlu diperhatikan.
Sekaligus kebiasaan bersedekah yang dikembangkan sejak seseorang baru pada tahap awal merintis bisnisnya, maka hal itu mengindikasikan bahwa si pelaku bisnis itu sadar sekali bahwa rezeki yang ia peroleh seluruhnya berasal dari Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ar-Razzaq.

Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata.
Ia tidak pernah mengkaitkan kesuksesan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ

“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".(QS Al-Qshshash ayat 78)
Ketiga, sedekah menjadi afdhol bila si pemberi sedekah berada dalam keadaan khawatir menjadi miskin. Walaupun ia dalam keadaan khawatir menjadi miskin, namun hal ini tidak mempengaruhi dirinya. Ia tetap berkeyakinan bahwa bersedekah dalam keadaan seperti itu merupakan bukti ke-tawakkal-annya kepada Allah.
Ia sadar bahwa jika Allah kehendaki, maka mungkin sekali dirinya menjadi kaya atau menjadi miskin. Itu terserah Allah. Yang pasti keadaan apapun yang dialaminya tidak mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya bersedekah.
Ia sudah menjadikan bersedekah sebagai salah satu karakter penting di dalam keseluruhan sifat dirinya. Persis gambarannya seperti orang bertaqwa di dalam Al-Qur’an:

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ


”... yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS Ali Imran ayat 133-134)

Keempat, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sangat mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang baru berfikir untuk bersedekah ketika ajal sudah menjelang. Sehingga digambarkan oleh beliau bahwa orang itu kemudian baru menyuruh seorang pencatat menginventarisasi siapa-siapa saja fihak yang berhak menerima harta miliknya yang hendak disedekahkan alias diwasiatkan.
Ini bukanlah bentuk bersedekah yang afdhol. Sebab pada hakikatnya, seorang yang bersedekah ketika ajal sudah menjelang, berarti ia melakukannya dalam keadaan sudah dipaksa oleh keadaan dirinya yang sudah tidak punya pilihan lain.
Bila seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas memilih antara mengeluarkan sedekah atau tidak, berarti ia lebih bermakna daripada seseorang yang bersedekah ketika tidak ada pilihan lainnya kecuali harus bersedekah.
Itulah sebabnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lebih menghargai orang yang masih muda lagi sehat bersedekah daripada orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru berfikir untuk bersedekah.


Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abu Bakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,"Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan ?" Aisyah RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja". "Apakah itu ?", tanya Abu Bakar RA. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemisYahudi buta yang ada di sana ", kata Aisyah RA. Keesokan harinya Abu Bakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu Bakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil mengherdik, "Siapakah kamu ?". Abu Bakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)". "Bukan ! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", bantah si pengemis buta itu. "Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu Bakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abu Bakar RA, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian ? Selama ini aku selalu menghinanya,memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia". Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW ? Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau ? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq. Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus peratus, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya. Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu. Sadaqah Jariah salah satu dari nya mudah dilakukan. Pahalanya ? MasyaAllah... macam meter taxi... berterusan.

CINTA GELAP

Manusia yang mengalami cinta buta harus menyadari bahwa ketika melakukan semuanya, karena kelalaian hatinya kepada Allah. Ia harus mengetahui dan menyadari untuk bertauhid kepada-Nya, sunnah-sunnah-Nya, dan bukti-bukti Allah.
Melakukan ibadah-ibadah lahir dan bathin, sehingga hati dan pikirannya senantiasa berpikir kepadanya ibadah kepada-Nya. Hendaklah ia memperbanyak kembali dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh ketundukkan dan rendah diri. Tidak ada obat yang paling efektif daripada ikhlas hanya kepada Allah. Allah menyebutkan di dalam Al-Qur’an :

Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”. (Yusuf : 24)

Penggambaran ayat diatas ini menjelaskan bahwa Allah memalingkan dan menjauhkan Yusuf dari kemungkaran isyq (cinta buta)  dan kekejian dengan keikhlasannya. Tidak ada yang dapat menjauhkan kesesatan seseorang kecuali, hanya ketika ia dekat dengan Allah. Jika hati itu bersih suci dan memurnikan amanah hanya kepada Allah, maka idak mungkin orang akan terkena penyakit cinta buta. Cinta buta tidak akan bersemayam di hati seseorang yang selalu mengingat Allah. Sebab cinta buta hanya berada di dalam hati yang kosong. Seperti dikatakan seorang penyair :

Cintaku pada perempuana itu datang sebelum aku mengenal cinta, Ia datang ke hati yang kosong, kemudian bersaralah ia”.

Maka, hendaklah orang yang berakal mengetahui bahwa secara logika dan syariat dalam hidup ini, ia harus meraih kebaikan dan kemaslahatan atau melengkapinya dan menghindar dari mafsadah. Jika seseorang dihdapkan pada masalah yang ada kandungan masalahat dan mafsadah,maka ia harus memiliki dua prinsip.

Prinsip amali dan prinsip ilmiah. Secara ilmiah mengharuskannya memiliki pengetahuan tentang mana yang lebih kuat segi maslahat atau mafsadahnya? Jika ia telah menemukan mana yang paling banyak masalahatnya, maka seseorang itu harus mengikuti yang palig banyak masalahatnya. Bukan justru mengikuti yang banyak mafsadahnya, meskipun secara pandangan mata, itu sangat baik bagi seseorang.
Seseorang harus memahami bahwa cinta buta itu, tidak ada sama sekali maslahatnya bagi manusia di dunia dan akhirat. Cinta itu dapat menimbulkan mafsadah bagi manusia dalam kategori yang sangat luas dalam kehidupan ini. Diantaranya :

Pertama, manusia akan disibukkan dengan mengingat-ngingat makhluk dan mencintainya, dan dibandingkan dengan zikir dan cinta kepada Allah. Ketahuilah antara cinta dan zikir itu tidak mungkin menyatu dalam hati seseorang, karena keduanya akan bertarung, dan akan menguasainya adalah yang paling kuat.

Kedua, hatinya tersiksa karena ma’syuqnya, dan barangsiapa yang mencintai selain Allah, ia akan tersiksa dengannya. Seorang penyair mengatakan :

Tak ada yang lebih sengsara di bumi daripada orang yang kasmaran,
Jika ia bertemu dengan orang yang dicintai ia senang,
Kau lihat ia menangis setiap saat,
Karena takut berpisah ataumemendam rindu,
Ia juga menangis ketika erada disampingnya karena takut berpisah,
Air mata bverlinang ketika berpisah,
Dan air matanya berlinang lagi ketika bertemu".

Cinta buta, meski terkadang dinikmati oleh pelakunya, namn sebenarnya ia merasakan ketersiksaan hati yang paling berat.

Ketiga, Hatinya tertawan dan terhina dalam genggaman orang yang dicintainya. Namun, karena ia mabuk cinta, ia tidak merasakan musibah yang menimpanya.
Mata melihatnya ia hidup bebas, padahal hakikatnya ia tertawan,
Ia sakait dan berputar dalam lingkaran kutub,
Ia mati meski terlihat fisiknya hidup,
Ia tak punya hak untuk dibangkitkan lagi,
Hatinya hilang tersebut dalam kebodohan,
Ia tak akan kembali sampai mati".

Keempat, ia akan disibukkan oleh ma’syuqnya dari urusan maslahat agama dan dunianya. Tak ada orang yang paling menyia-nyiakan agama dan dunia, melebihi orang sedang dirundung cinta buta. Ia menyia-nyiakan maslahat agamanya, karena hatinya lalai untuk beribadah kepada Allah. Kemaslahatan dalam segi agama terwujud dengan bercahanya hati, dan kecenderungan untuk melakukan ibadah kepada Allah. Sementara itu, cinta kepada keindahan fisik akan menghancurkan semua agama yang dibangunnya.


Kelima, bahaya-bahaya dunia dan akhirat lebih cepat menim;pa kepada orang yang dirundung cinta buta, melebihi kecepatan api membakar kayu kabar kering. Ketika hati berdekatan dengan ma’syuqnya ia akan menjauh dari Allah. Jika hati jauh dari Allah, semua jenis marabahaya akan mengancamnya dari segala sisi, kaerna setan menguasainya. Jika setan telah menguasainya, maka musuh menjadi senang.

Keenam, jika kekuatan setan menguasai seseorang, ia akan merusak akalnya dan memberikan rasa was-was. Bahkan, mungkin tak ada bedanya ia dengan orang gila. Mereka tidak menggunakan akalnya secara layak. Padahal, yang palin berharga bagi manusia adalah akalnya. Akal yang membedakan ia dengan binatang.
Apa yang membuat yang membuat gila Layla Majnun, tidak lain karena cinta buta. Seperti kata penyair:
Mereka bilang, “Kamu gila (tergila) dengan orang yang kaucintai?,
Engkau menjawab, “Cinta buta lebih dahsyat daripada orang gila”,
Orang yang terserang cinta buta tidak tersadar sepanjang masa,
Sementara orang gila akan siuaman dari kegilaannya”.

Ketujuh, cinta buta akan merusak indra atau mengurangi kepekaannya, baik indra seriya ‘konkrit’ maupun indra maknawi ‘abstrak’,. Kerusakan indra maknawi mengikuti rusakna hati, sebab jika hati telah rusak, maka organ pengindra lain, seperti mata, lisan, telinga, juga turut rusak. Artina, ia akan melihat yang buruk pada diri ma’syuq adalah baik juga dan juga sebaliknya.
Imam Ahmad mengatakan, “Cintamu kepada sesuatu membutakanmu dan membuatmu tuli”. Mata hati akan buta melhat keburukan dan kekurangan orang atau sesuatu yang dicintainya, sehingga mata fisiknya tidak mampu melihat hal itu. Telinganya akan tuli mendengarkan celaan orang kepada orang yang dicintainya. Kesenangan-kesenangan itu menutup kekurangan dan aib.
Kecintaanku kepadamu menutup mataku,
Namun, ketika terlepas cintaku semua aibmu menampakkan diri”.
Maka ketika seseorang mencintai fisik, selanjutnya akan ditandai dengan sakitnya badan, karena mencintai pisik bentuk-bentuk keindahan fisik, bahkan mungkin sampai ada ang mati karenanya. Dan, kisah dari Ibn Abbas, menceritakan ada seoran laki-laki yan g sangat kurus, sehingga yang tersisa hanya kulit dan tulang. Ibn Abbas, berkata, “Kenapa dia?”. “Ia terkena jatuh cinta, isyq”. Maka Ibn Abbas berdoa dan belrindung dari Allah sepanjang hari.

Kedelapan, seperti yang disebutkan diatas, bahwa isyq adalah berlebihan dalam mencintai, sehingga orang yang dicintainya sudah pada tingkat menguasai dan mengendalikannya.
“Awalnya ia hanya membutuhkan cinta,
Kemudian setelah ia dapatkan itu, ia berjalan sesuai dengan takdir,
Sehingga, ketika ia masuk dalam dunia cinta yang dalam dan gelap,
Ia menghadapi urusan-urusan yang tak sanggup dipikul,
Meski oleh orang-orang besar sekalipun”.